Provinsi Badakhshan di Tajikistan, yang terletak di Pegunungan Pamir, merupakan daerah yang sering mengalami risiko bencana, seperti longsoran salju, tanah longsor, longsoran batu, dan banjir. Bahaya-bahaya ini merusak rumah-rumah, infrastruktur, dan membatasi mobilitas penduduk secara keseluruhan.
Sebuah laporan Bank Dunia tahun 2009 mengidentifikasi Tajikistan sebagai negara yang paling rentan terhadap perubahan iklim di Eropa dan Asia Tengah. Meskipun bahaya lingkungan bukanlah fenomena baru di Pamir, namun hal ini diperparah oleh dampak perubahan iklim. Sebanyak 250.000 penduduk Badakhshan tinggal jauh dari pusat pemerintahan di Dushanbe, namun dekat dengan negara-negara tetangga seperti Kirgistan, Cina, dan Afghanistan. Penduduk Badakshan sering menghadapi konsekuensi dari ancaman bahaya dan kurangnya aksesibilitas sehingga menjadikan perbatasan Afghanistan sebagai jalan keluar dari keterpencilan dan keterisolasian mereka.
Perubahan Iklim Memperburuk Masalah Mobilitas
Masalah (tidak) dapat diaksesnya jalur transportasi di wilayah ini bersifat multidimensi. Topografi wilayah ini menjadi tantangan tersendiri dalam pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur mobilitas, yang semakin terancam oleh bahaya lingkungan yang sering terjadi. Sistem mobilitas di wilayah ini sangat rentan karena ketiadaan transportasi umum dan rendahnya tingkat kepemilikan mobil. Para penumpang berbagi taksi tua, dan penduduk diharuskan membersihkan jalan dengan sumber daya yang terbatas, terlepas dari risiko bahaya lingkungan seperti longsoran batu, longsoran salju, dan banjir. Kurangnya investasi dari negara di daerah ini memperparah kerentanan ini.
Memperbaiki jalan dan melindunginya dari bahaya akan membutuhkan investasi besar, dan kecenderungan perubahan iklim saat ini semakin memperumit tugas ini. Studi menunjukkan bahwa di daerah pegunungan, pencairan gletser kemungkinan besar akan memicu lebih banyak banjir, dan perubahan pola curah hujan dapat menyebabkan lebih banyak longsoran batu atau longsoran salju. Mata pencaharian masyarakat setempat melibatkan mobilitas yang sering terjadi antara daerah pedesaan dan perkotaan, secara regional dan nasional, dan gangguan mobilitas sangat mengancam kualitas hidup penduduk. Masalah ketidakterjangkauan akses yang berbeda juga membatasi pertukaran dengan daerah tetangga, yang secara turun-temurun memberikan sejumlah peluang bagi penduduk lokal.

Hak cipta: Suzy Blondin (Penulis)
Ancaman Bahaya Lingkungan dan Kasus Suplai Energi Listrik
Dalam beberapa tahun terakhir, perbatasan antara Afghanistan dan Tajikistan, yang ditandai dengan Sungai Pyanj, telah menawarkan berbagai peluang sosial ekonomi. Peluang-peluang ini termasuk pengembangan inisiatif lintas batas: jembatan, pasar antarnegara mingguan, jaringan listrik, dan fasilitas medis. Meskipun diabaikan oleh pusat, penduduk perbatasan telah memanfaatkan sumber daya ini secara ekstensif. Namun, prospek pengembangannya dipersulit oleh topografi wilayah, iklim yang keras, dan masalah geopolitik.
Wilayah utara Afghanistan bergantung pada produksi listrik dari Tajikistan. Selama musim dingin, infrastruktur di daerah-daerah ini rentan terhadap kerusakan, yang menghambat akses ke listrik yang dapat diandalkan dan permanen. Selain itu, generator mikrohidro dapat membeku atau banjir dan kemudian mengalami pemadaman listrik selama berbulan-bulan.
Tantangan pada jaringan listrik sebagian diakibatkan oleh bahaya lingkungan yang lazim terjadi di daerah pegunungan, khususnya mencairnya gletser yang bisa menyediakan kebutuhan listrik. Ketersediaan air bergantung pada Pegunungan Pamir, di mana gletser yang mencair memiliki pengaruh yang signifikan terhadap siklus air.
Gletser yang mencair terlalu cepat juga menyebabkan banjir, membatasi penggunaan lahan pertanian dan menghambat lalu lintas jalan, yang mana keduanya sangat penting untuk mencapai perbatasan Afghanistan. Di lain waktu, kurangnya curah hujan, mengakibatkan permukaan air yang lebih rendah di sisi barat Pegunungan Pamir, sehingga memperlambat pembangkitan listrik.
Karena curah salju yang rendah di daerah-daerah yang mengaliri sungai pada bulan November 2020, tekanan air menyebabkan penangguhan ekspor listrik Tajikistan ke Uzbekistan dan Afghanistan. Presiden Tajikistan, Emomali Rahmon, menyoroti "Pada musim gugur dan musim dingin 2019-2020, terlalu sedikit salju yang turun di daerah pembentukan dasar sungai Vakhsh dan Pyanj, yang menyumbang 50% dari volume air pada tahun-tahun sebelumnya. Ini adalah pertama kalinya situasi seperti ini terjadi di Tajikistan."
Contoh-contoh tersebut menunjukkan bagaimana bahaya lingkungan dapat membatasi pertukaran antar negara dan prospek pembangunan. Hal ini bahkan dapat memperkuat masalah aksesibilitas dan marjinalisasi wilayah tersebut.
Solusi yang Mungkin Dilakukan untuk Mengurangi Dampak Perubahan Iklim terhadap Mobilitas Manusia
Mengatasi dampak perubahan iklim terhadap mobilitas manusia merupakan tantangan yang berat, terutama di wilayah dengan sumber daya ekonomi yang terbatas. Tantangan ini semakin besar di daerah otonom, seperti Badakhshan di Tajikistan, yang memiliki hubungan yang kompleks dengan negaranya. Perawatan dan penyesuaian jalan terhadap kondisi cuaca setempat sangat mahal, sehingga membutuhkan keterlibatan ekonomi dan politik. Pada tahun 2021, mantan gubernur wilayah tersebut menekankan beban keuangan untuk perbaikan jalan lokal, dengan menyatakan, "sayangnya, kami belum menemukan sumber keuangan untuk melakukan pekerjaan perbaikan."
Berbagai investor asing berpartisipasi dalam pembangunan atau perbaikan jalan secara lokal. Misalnya, perusahaan-perusahaan Cina telah terlibat dalam pembangunan (kembali) jalan dan jembatan. Cina tertarik untuk mengembangkan hubungan antara wilayahnya dan Dushanbe melalui Jalan Raya M41 yang melintasi Pamir. Jalan ini akan memainkan peran penting dalam infrastruktur mobilitas di tahun-tahun mendatang.
Terlepas dari prospek tersebut, penduduk membutuhkan sistem transportasi dan/atau penyediaan air bersih yang lebih baik di daerah pegunungan. Agensi Aga Khan untuk Habitat telah mempresentasikan sebuah proyek untuk membantu penduduk Basid, sebuah desa yang terletak di Lembah Bartang, untuk tetap tinggal di desa mereka dan beradaptasi dengan bahaya lingkungan. Perlu dicatat bahwa proyek ini telah dipresentasikan sebagai solusi untuk mengatasi masalah yang dihadapi oleh penduduk Basid. Yang mengejutkan, proyek ini melibatkan pendirian komunitas pelabuhan drone/drone port. Sistem drone dapat secara efektif memfasilitasi penyediaan dan bantuan darurat. Namun, hal ini tidak akan meningkatkan kapasitas mobilitas masyarakat dan juga membutuhkan investasi yang besar.
Meskipun dampak perubahan iklim terhadap infrastruktur mobilitas sedang ditangani di seluruh dunia, penting untuk diingat bahwa masalah mobilitas dan aksesibilitas juga membutuhkan kehendak politik. Konteks geopolitik yang ada saat ini di kawasan ini tidak kondusif untuk mengatasi tantangan-tantangan yang disebutkan di atas. Kurangnya hubungan diplomatik antara Tajikistan dan rezim Taliban yang berkuasa di Afghanistan menghambat pembangunan. Hal ini memberikan ruang bagi pihak-pihak internasional seperti Cina untuk bermanuver mengingat tindakan, kepentingan, dan pendanaan mereka masih belum jelas.
Mobilitas manusia di wilayah ini merupakan masalah yang harus ditanggapi secara serius oleh pemerintah setempat dalam hal perubahan iklim, pemeliharaan, perbaikan, dan ketahanan. Pada 18 Februari 2023, serangkaian longsoran salju di Pamir menewaskan puluhan orang di kedua sisi perbatasan dan memblokir banyak jalan, mengingatkan kita akan rawannya wilayah ini. Memfasilitasi mobilitas penduduk menjadi hal yang mendesak, terutama ketika perbatasan internasional ditutup. Hal ini sangat penting mengingat kelayakan huni di banyak desa terancam oleh bahaya yang mendesak dan kurangnya peluang sosial ekonomi.
🔬🧫🧪🔍🤓👩🔬🦠🔭📚
Referensi jurnal
Sadozaï, M., & Blondin, S. (2022). More Remote Yet More Connected? Physical Accessibility and New International Contacts in Tajikistan’s Pamirs Since 1991. Problems of Post-Communism, 1-15. https://doi.org/10.1080/10758216.2022.2149557