Dalam komunikasi interpersonal, berbagi informasi yang mendalam dan pribadi sangat penting untuk membangun hubungan sosial. Ketika robot yang dapat berbicara dengan fitur-fitur manusia menjadi semakin lazim, sebuah pertanyaan mendesak muncul: Dapatkah kita membangun hubungan sosial yang intim dengan robot melalui pengungkapan diri secara timbal balik? Sebuah studi terbaru yang dilakukan oleh sekelompok sarjana komunikasi di Universitas Jiao Tong Shanghai menunjukkan bahwa meskipun orang dapat terlibat dalam percakapan yang intim dengan robot, hal itu belum tentu mengarah pada sikap atau kesan yang baik terhadap robot.
Efek Menyukai Pengungkapan Diri dalam Mengembangkan Hubungan
Pertimbangkan situasi berikut ini: Mark dan Rachel baru saja bertemu di sebuah restoran untuk pertama kalinya. Selama percakapan mereka, Mark berbagi pengalaman yang menyedihkan dari masa kecilnya, dan Rachel menawarkan kata-kata penghiburan dan dukungan. Atau, Mark bisa saja berbicara panjang lebar tentang jurusan ilmu komputernya, sementara Rachel makan dengan linglung. Skenario mana yang lebih mungkin mengarah pada hubungan yang lebih dekat? Ternyata, Mark yang rentan dan ekspresif secara emosional lebih menarik dan memiliki peluang lebih besar untuk membentuk ikatan romantis dengan Rachel.
Menurut Teori Penetrasi Sosial, berbagi informasi yang intim dengan seseorang melalui pengungkapan diri dapat menyebabkan kesukaan terhadap orang tersebut (keintiman → efek menyukai). Demikian pula, menerima pengungkapan diri secara timbal balik dari seseorang juga dapat menyebabkan kita menyukai orang tersebut (timbal balik → efek menyukai). Fenomena ini dikenal sebagai "efek menyukai pengungkapan diri."
Apakah mungkin untuk memanfaatkan efek pengungkapan dalam komunikasi interpersonal untuk menumbuhkan hubungan sosial yang lebih dekat dalam interaksi manusia-robot?

Efek Menyukai Pengungkapan Tidak Berlaku pada Interaksi Manusia-Robot, Mengapa begitu?
Para ahli di bidang interaksi manusia-komputer telah membuat kerangka kerja teoritis yang dikenal sebagai paradigma Komputer Adalah Aktor Sosial (CASA), yang menyatakan bahwa individu berinteraksi dengan komputer dengan cara yang sama seperti yang mereka lakukan dengan manusia lainnya. Hal ini menyiratkan bahwa orang cenderung menerapkan norma, ekspektasi, dan perilaku sosial pada komputer, memperlakukannya seolah-olah komputer juga manusia.
Namun, hasil percobaan kami menunjukkan bahwa meskipun partisipan terlibat dalam percakapan intim dengan robot, perilaku ini tidak mengarah pada peningkatan rasa suka, kepercayaan, atau daya tarik sosial yang dirasakan terhadap robot dibandingkan dengan partisipan yang melakukan percakapan tidak intim dengan robot.
Setelah memeriksa data kuantitatif (yaitu kuesioner yang dilaporkan sendiri) dan kualitatif (yaitu teks dialog), disimpulkan bahwa kurangnya autentisitas percakapan dapat menjadi faktor signifikan yang menghambat keberhasilan penerapan efek menyukai pengungkapan diri dari konteks interpersonal ke interaksi manusia dan robot.
Atribusi yang berbeda, seperti atribusi interpersonal, disposisi, dan situasional, mempengaruhi efek pengungkapan diri terhadap rasa suka dalam interaksi manusia dengan manusia. Namun, menerapkan atribusi ini pada robot cukup sulit karena robot tidak dianggap memiliki sikap atau ciri-ciri kepribadian yang stabil. Karena orang pada umumnya percaya bahwa robot tidak memiliki kesadaran atau pikiran, beberapa partisipan mungkin mengaitkan pengungkapan diri robot dengan pengaturan eksperimental daripada percakapan alami. Misalnya, setelah robot mengungkapkan kantin favoritnya di kampus, salah satu partisipan menjawab sebagai berikut:
Sebagai robot, dengan mengatakan hal-hal tersebut, Anda hanya akan semakin memperjelas bahwa Anda adalah robot. Jika Anda ingin membuat diri Anda lebih dapat diterima oleh manusia atau bertindak tidak seperti robot, berhentilah mengulang-ulang hal yang Anda sukai dari diri Anda. Itu terlalu konyol untuk sebuah mesin.
TANGGAPAN SEORANG PESERTA SETELAH ROBOT MENGUNGKAPKAN KANTIN FAVORITNYA DI KAMPUS


Apa Lagi yang Kami Temukan?
Meskipun tidak mendeteksi efek menyukai pengungkapan diri, penelitian kami menemukan beberapa temuan tambahan yang penting. Misalnya, orang masih mematuhi norma-norma sosial yang divalidasi dalam komunikasi interpersonal ketika berinteraksi dengan robot. Timbal balik dapat secara positif mempengaruhi kesukaan terhadap robot dalam percakapan yang memiliki keintiman tinggi (misalnya, "Siapa sahabatmu? Dapatkah Anda menceritakan kisah kenalan Anda? Saya ingin tahu apa yang ada di dalam hati Anda yang membuat Anda tetap bersahabat?"). Namun, pengungkapan diri secara timbal balik dari robot dapat merusak kesukaannya ketika topik percakapan tidak intim (misalnya, "Jam berapa Anda biasanya bangun dan tidur?"). Dengan kata lain, partisipan mungkin menganggap respons timbal balik dari robot dalam kondisi basa-basi sebagai hal yang berlebihan dan tidak pantas. Di sisi lain, ketika partisipan terlibat dalam pengungkapan diri yang intim dengan robot, robot akan menerima pengungkapan diri yang intim secara timbal balik.
Selain itu, kami menemukan bahwa partisipan perempuan memiliki sikap yang lebih positif terhadap robot daripada partisipan laki-laki, yang dapat menjelaskan perbedaan gender dalam sikap terhadap robot. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa pria dengan sikap negatif terhadap robot cenderung menghindari interaksi dengan robot, namun tidak demikian halnya dengan wanita. Selain itu, telah ditemukan bahwa perempuan yang mengungkapkan informasi pribadi dianggap lebih disukai dibandingkan dengan laki-laki yang tidak suka mengungkapkan informasi pribadi, di mana tidak ada perbedaan yang signifikan dalam persepsi kesukaan mereka.
Seperti Apakah Robot yang Menyenangkan?
Hasil penelitian ini dapat membantu perusahaan dan pengembang produk dalam menciptakan robot layanan yang lebih berpusat pada konsumen dengan menawarkan wawasan berikut. Pertama, menyertakan kemampuan pengungkapan diri dalam robot layanan mungkin tidak akan meningkatkan pengalaman pengguna. Bahkan, hal itu bisa berdampak buruk, terutama dalam percakapan rutin yang kurang intim.
Selain itu, saat merancang robot yang bersifat sosial, perlu dicatat bahwa pengguna wanita memiliki preferensi yang lebih besar untuk robot percakapan dengan tingkat keterampilan sosial yang tinggi atau "schmoozer" dibandingkan dengan pengguna pria. Sebagai hasilnya, menggabungkan tingkat sosial yang dapat disesuaikan dalam robot percakapan dapat mengakomodasi preferensi sosial pengguna pria dan wanita dengan lebih baik.
Pada akhirnya, dengan kemajuan dalam pembelajaran mesin dan model bahasa yang besar, teknologi media telah mampu berkomunikasi dengan manusia secara lebih alami. Sebagai hasilnya, kita telah secara resmi memasuki era komunikasi manusia-mesin. Akademisi dan industri harus terus berfokus untuk memahami bagaimana jenis komunikasi ini berdampak pada hubungan kita dengan manusia lain dan diri kita sendiri.
🔬🧫🧪🔍🤓👩🔬🦠🔭📚
Referensi jurnal
Mou, Y., Zhang, L., Wu, Y., Pan, S., & Ye, X. (2023). Does self-disclosing to a robot induce liking for the robot? Testing the disclosure and liking hypotheses in human–robot interaction. International Journal of Human–Computer Interaction, 1-12. https://doi.org/10.1080/10447318.2022.2163350