Astronaut - Midjourney Generative AI Art
Astronaut - Midjourney AI Art
//

Efek perjalanan luar angkasa terhadap otak

Bagaimana kondisi tak berbobot di luar angkasa mempengaruhi perubahan otak dan adaptasi aktivitas setelah kembali ke Bumi?

Para ilmuwan dari Universitas Antwerpen dan Universitas Liège telah melakukan penelitian tentang dampak dari kondisi tanpa bobot pada otak. Penelitian ini mengungkapkan bahwa otak berubah dan beradaptasi dengan kondisi tanpa gravitasi, yang merupakan hal penting bagi para astronot yang tinggal di luar angkasa dalam waktu yang lama. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa beberapa perubahan aktivitas otak tetap ada bahkan setelah astronot kembali ke Bumi.

Astronaut, Generative AI Art
Kredit: Dihasilkan oleh Midjourney

Fungsi Otak dalam Kondisi Tanpa Bobot

Beradaptasi dengan kondisi tanpa bobot merupakan tantangan yang signifikan bagi para astronot, karena tubuh dan otak mereka terbiasa hidup di lingkungan yang digerakkan oleh gravitasi. Tidak adanya gravitasi di luar angkasa menyebabkan berbagai perubahan fisiologis dalam tubuh manusia, termasuk atrofi otot, kehilangan kepadatan tulang, dan pergeseran cairan dari kaki ke tubuh bagian atas. Fungsi otak juga harus bekerja secara berbeda di lingkungan tanpa gravitasi, karena tidak ada gravitasi yang membantu mengarahkan tubuh dan mengkoordinasikan gerakan. Hal ini dapat menyebabkan disorientasi, kebingungan spasial, dan bahkan mabuk perjalanan. Proyek BRAIN-DTI difokuskan untuk memahami bagaimana otak beradaptasi dengan perubahan ini dan bagaimana otak dapat dilatih untuk berfungsi secara optimal di luar angkasa, yang mana diperlukan untuk merencanakan misi jangka panjang dan memastikan kesejahteraan astronot.

Pemindaian MRI Otak Astronot

Penelitian ini melibatkan pemindaian magnetic resonance imaging (MRI) dari otak 14 astronot sebelum misi dan beberapa kali setelah misi. Pemindaian MRI dikumpulkan dengan menggunakan teknik MRI fungsional keadaan istirahat, yang memungkinkan para peneliti untuk menyelidiki kondisi standar otak dan menentukan apakah hal ini berubah setelah penerbangan luar angkasa dalam jangka waktu yang lama.

Perubahan pada Konektivitas Otak

Para peneliti berkolaborasi dengan Universitas Liège untuk menganalisis aktivitas otak saat istirahat. Mereka menemukan bahwa konektivitas fungsional, yang merupakan penanda bagaimana aktivitas di beberapa area otak berkorelasi dengan aktivitas di area lain, berubah di wilayah tertentu setelah penerbangan luar angkasa. Pola konektivitas yang berubah diamati di wilayah yang mendukung pengintegrasian berbagai jenis informasi, daripada hanya menangani satu jenis saja, seperti informasi visual, pendengaran, atau gerakan. Temuan ini menunjukkan bahwa waktu yang lama di luar angkasa dapat memengaruhi kemampuan otak untuk memproses dan mengintegrasikan informasi sensorik, yang dapat memiliki implikasi penting bagi keselamatan dan kesejahteraan astronot selama misi luar angkasa dalam jangka waktu yang lama.

Perubahan pada Komunikasi Otak

Temuan bahwa beberapa perubahan dalam pola komunikasi otak tetap ada bahkan setelah astronot kembali ke Bumi merupakan hal yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa otak telah mengalami adaptasi jangka panjang terhadap lingkungan tanpa bobot, dan efek pembelajaran mungkin terjadi saat astronot menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru. Temuan ini mungkin berimplikasi pada perjalanan luar angkasa di masa depan, karena hal ini menunjukkan bahwa misi yang lebih lama mungkin memerlukan persiapan dan pelatihan yang lebih ekstensif untuk memastikan bahwa astronot dapat beradaptasi dengan lingkungan baru dan melakukan tugas-tugas secara efektif. Hal ini juga menimbulkan pertanyaan tentang potensi efek jangka panjang dari perjalanan luar angkasa pada otak dan apakah perubahan ini dapat berdampak pada kesehatan atau kemampuan kognitif astronot dalam jangka panjang. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami sepenuhnya implikasi dari temuan ini dan potensi dampaknya terhadap misi luar angkasa di masa depan.

Implikasi untuk Perjalanan Luar Angkasa di Masa Depan

Dengan semakin banyaknya badan antariksa dan perusahaan swasta yang merencanakan misi yang lebih lama dan lebih ambisius ke luar angkasa, pemahaman tentang dampak dari kondisi tanpa bobot pada otak menjadi semakin penting. Penelitian ini memberikan wawasan berharga tentang bagaimana otak beradaptasi dengan waktu yang lama di luar angkasa dan bagaimana perubahan ini dapat bertahan bahkan setelah kembali ke Bumi. Dengan memetakan perubahan fungsi otak menggunakan teknik pencitraan saraf, para astronot masa depan dapat lebih siap menghadapi tantangan perjalanan luar angkasa dan bahkan dapat memonitor karakteristik otak mereka untuk memastikan kesehatan mereka selama dan setelah misi.

Penelitian di Masa Depan

Para peneliti sangat senang dengan hasil penelitian ini, namun mereka mengakui bahwa ini hanyalah langkah pertama untuk memahami bagaimana otak berubah dan beradaptasi dengan kondisi tanpa bobot atau bentuk perjalanan lainnya, seperti menjelajahi pulau-pulau di Filipina. Temuan para peneliti telah membuka jalan baru untuk penelitian lebih lanjut mengenai efek kondisi tak berbobot pada otak. Penelitian di masa depan dapat melibatkan ukuran sampel yang lebih besar dan misi luar angkasa yang lebih lama, yang dapat membantu para peneliti memahami dampak perjalanan luar angkasa jangka panjang pada otak. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menyelidiki konsekuensi perilaku yang tepat dari perubahan komunikasi otak ini, apakah waktu yang lebih lama dihabiskan di luar angkasa dapat mempengaruhi pengamatan ini, dan apakah karakteristik otak dapat membantu memilih astronot di masa depan atau memonitor mereka selama dan setelah perjalanan luar angkasa.

🔬🧫🧪🔍🤓👩‍🔬🦠🔭📚

Referensi jurnal

Jillings, S., Pechenkova, E., Tomilovskaya, E., Rukavishnikov, I., Jeurissen, B., Van Ombergen, A., … & Wuyts, F. L. (2023). Prolonged microgravity induces reversible and persistent changes on human cerebral connectivity. Communications Biology6(1), 46. https://doi.org/10.1038/s42003-022-04382-w