Turnamen sepak bola yang diselenggarakan di beberapa negara versus satu negara: akhir dari keadilan olahraga?

Penyelenggaraan multi-negara - seperti yang direncanakan untuk Piala Dunia FIFA 2026 - dapat dipahami karena alasan ekonomi dan keberlanjutan, tetapi hal itu dapat mempengaruhi keadilan olahraga.

192 terbaca

Peralihan dari penyelenggaraan satu negara ke beberapa negara tampaknya akan menjadi model masa depan kompetisi sepak bola besar. Namun, sebuah analisis observasi terhadap Kejuaraan Eropa UEFA 2020 mengungkapkan beberapa masalah yang mungkin berdampak pada keadilan olahraga dari model multi-hosting tersebut.

Menuju model kompetisi baru?

Sebuah Piala Dunia FIFA 2022, yang diselenggarakan oleh Qatar, telah selesai. Sejak awal minggu-minggu menjelang turnamen, kritik yang meluas tentang biaya penyelenggaraan, aturan budaya, dan dampak lingkungan terhadap para pemain semakin meningkat.

Dengan edisi Piala Dunia berikutnya yang berkembang dari 32 menjadi 48 tim yang berpartisipasi, tawaran multi-negara terbilang masuk akal. Ini akan memungkinkan alokasi sumber daya yang lebih efektif dan meminimalkan sisa infrastruktur yang tidak terpakai pasca-turnamen. Hal ini dicontohkan oleh stadium β€œgajah putih” yang terkenal – yaitu infrastruktur yang dibangun khusus seperti stadion yang pada akhirnya menjadi usang pasca turnamen – yang diamati di negara Brasil, Afrika Selatan, dan negara lain yang menjadi tuan rumah Piala Dunia.

Piala Dunia FIFA 2002, yang diselenggarakan bersama oleh Jepang dan Korea Selatan, dan Kejuaraan Eropa UEFA 2020 baru-baru ini adalah turnamen sepak bola global dan kontinental terkini yang tidak hanya diselenggarakan oleh satu negara. Dengan Piala Dunia FIFA 2026 mendatang yang telah diberikan kepada Amerika Serikat, Meksiko, dan Kanada, dan tawaran FIFA 2030 mendaftarkan beberapa kandidat tuan rumah multi-negara, model multi-hosting tampaknya menjadi masa depan kompetisi sepak bola besar. 

Meskipun hal ini dapat dimengerti karena alasan ekonomi dan terkait keberlanjutan, apakah ini etis dari perspektif olahraga?

Bukan tanpa ketidaksetaraan dalam olahraga

Sebuah Kejuaraan Eropa UEFA 2020 menjadi alasan untuk menjawab pertanyaan khusus ini. Dengan 11 negara tuan rumah, format kompetisi ini menghasilkan peningkatan biaya perjalanan udara jarak pendek dan transfer kereta/bus untuk babak grup dan sistem gugur. 

Agenda semacam itu tergantung pada penempatan basecamp yang optimal di lokasi yang meminimalkan dampak negatif pada hasil pertandingan. Selain itu, masih belum diketahui apakah kompetisi multi-hosting tersebut memengaruhi "keunggulan tuan rumah”.

Sebuah Analisis pengamatan dari Kejuaraan Eropa UEFA multi-host 2020 mengungkapkan bahwa "keunggulan tuan rumah" terbukti. Keunggulan ini khususnya dinikmati oleh para peserta tuan rumah, di mana empat di antaranya β€” Denmark, Inggris, Spanyol, dan Italia β€” mencapai babak semifinal. Namun, tidak ada efek nyata yang teramati pada hasil pertandingan sehubungan dengan kelelahan kumulatif yang timbul dari perjalanan berulang dan/atau gangguan rutinitas dalam hal perjalanan jarak pendek. 

Pemain berpindah dari basecamp ke stadion
Pemain berpindah dari basecamp ke stadion
Sumber: Bex Walton, melalui Wikimedia Commons

Ini menimbulkan pertanyaan tentang apa konsekuensi dari kompetisi multi-hosting seperti itu, terutama jika membutuhkan perjalanan jarak jauh dan jet lag karena bepergian melintasi zona waktu yang berbeda. 

Akankah Piala Dunia FIFA 2026 adil bagi tim yang berpartisipasi jika melakukan perjalanan, terlepas dari moda transportasinya, yang umumnya dikaitkan dengan kelelahan akut atau kumulatif? Ini adalah pertimbangan penting saat perjalanan jarak jauh yang mana cenderung menghambat performa dan meningkatkan risiko cedera.

Pengamatan menarik lainnya dari UEFA 2020 adalah jumlah pertandingan yang dimainkan dalam kondisi cuaca yang berbeda. Dua belas pertandingan dimainkan pada suhu sekitar lebih dari 30Β°C atau pada kelembaban yang relatif tinggi lebih dari 80%, yang membutuhkan kehati-hatian yang ekstrim dari para pemain. 

Pertimbangan ini relevan untuk kesehatan dan keselamatan pemain, serta kesetaraan pertandingan. Ini karena, menurut definisi, kompetisi penyelenggaraan multi-negara pasti takluk pada iklim yang bervariasi. Bahkan, pengaruh variabel cuaca tidak boleh diremehkan: untuk setiap kenaikan 1Β°C suhu lingkungan, tim nasional yang dapat menyesuaikan diri dengan suhu panas seperti Qatar dan negara-negara Timur Tengah lainnya cenderung meningkatkan peluang mereka untuk menang melawan tim yang tidak memiliki aklimatisasi dengan peringkat FIFA yang sama sebesar 3%. Lawan dengan peringkat FIFA yang lebih tinggi mengurangi kemungkinan peluang yang menguntungkan ini dalam hal seperti iklim, tetapi tidak menghilangkannya. 

Mengingat pentingnya aklimatisasi panas pada keuntungan tuan rumah saat kompetisi sepak bola yang diselenggarakan di iklim yang lebih panas, dengan begitu memainkan pertandingan di berbagai kondisi lingkungan selama kompetisi yang diselenggarakan multi negara dapat dilihat sebagai masalah keadilan.

water bottle on soccer field
Panas, musuh lain yang harus dikalahkan
Sumber: Tanasan Sungkaew melalui Shutterstock.com

Para pemangku kepentingan, bola ada di tangan Anda

Dalam konteks kompetitif, di mana detail yang sangat kecil dapat menentukan keberhasilan atau kegagalan tim yang bersaing, pertimbangan terkait kondisi perjalanan dan cuaca sangat penting. Pemangku kepentingan harus mempertimbangkan faktor-faktor spesifik ini untuk menghindari implikasi organisasional yang bias dan menjaga kesetaraan olahraga. 

Di satu sisi, multi-hosting dapat membantu mengoptimalkan pertimbangan keuangan dan infrastruktur dengan lebih baik. Di sisi lain, pemangku kepentingan tidak boleh lupa bahwa mereka berhutang kesempatan yang setara kepada semua tim di dalam dan di luar lapangan. Dengan demikian, model multi-hosting mungkin tidak selalu menjadi bentuk kompetisi sepakbola yang adil.

πŸ”¬πŸ§«πŸ§ͺπŸ”πŸ€“πŸ‘©β€πŸ”¬πŸ¦ πŸ”­πŸ“š

Referensi

Brocherie, F., De Larochelambert, Q., & Millet, G. P. (2022). Multi-hosting UEFA European Football Championship: Fair enough between participating teams? Science and Medicine in Football, 1–6. https://doi.org/10.1080/24733938.2022.2072944

Franck Brocherie adalah seorang peneliti senior dan Penjabat Kepala Layanan Dukungan Ilmu Pengetahuan Olahraga untuk Atlet di Institut Olahraga Prancis (INSEP). Dia telah memberikan perkuliahan kepada tim olahraga profesional dan federasi Olimpiade/Paralimpiade tentang pelatihan lingkungan yang inovatif dan aklimatisasi terhadap kondisi lingkungan yang menantang. Beliau juga merupakan anggota Perguruan Tinggi Ilmu Keolahragaan Eropa, anggota Jaringan Eropa dalam Ilmu Keolahragaan, anggota Badan Anti-Doping Prancis, dan anggota dewan editorial untuk Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Kedokteran Olahraga, Frontier dalam Fisiologi, dan Frontier dalam Olahraga dan Kehidupan Aktif.